Kutai Timur – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menghadapi ancaman penyusutan drastis menyusul anjloknya Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor batu bara. Penurunan DBH yang sebelumnya mencapai angka fantastis Rp6–7 triliun, kini merosot tajam hingga tersisa kisaran Rp1–2 triliun, menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan legislatif.
Anggota DPRD Kutim, Dr. Tyty Novel Paembonan, mengungkapkan kekhawatiran tersebut dan mempertanyakan penyebab anjloknya dana transfer dari pusat.
“Kami ingin cari tahu apa penyebabnya sehingga dana perimbangan kita turun, terutama terkait dengan dana bagi hasil dari pajak hasil bumi kita, terutama batu bara,” kata Dr. Novel. “Beberapa tahun belakangan itu mencapai Rp6–7 triliun, kenapa sekarang Rp1–2 triliun. Ini kan jadi pertanyaan.”
Sorotan tajam juga diarahkan pada penurunan profit sharing dari perusahaan tambang yang beroperasi di Kutim. Dr. Novel menyebut profit sharing yang sebelumnya mencapai Rp500 miliar, kini hanya menyentuh Rp89 miliar, sebuah penurunan lebih dari 82 persen.
“Kita mau cari penyebabnya. Apakah karena harga batu bara turun atau apa, ini yang kita ingin tahu penyebabnya,” tambahnya, menekankan perlunya transparansi dan kejelasan mekanisme perhitungan bagi hasil.
Dr. Novel menjelaskan, penurunan DBH ini berakibat langsung pada APBD Kutim lantaran ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat masih sangat tinggi. Konsekuensi ini memaksa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim harus bekerja lebih keras dan cerdas dalam mengelola sisa anggaran.
“Pemerintah harus memilih program spesifik, hati-hati dalam menganggarkan. Terutama kewajiban gaji, operasional kantor,” jelasnya.
Penurunan APBD ini bahkan berpotensi memengaruhi tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) pegawai. Selain itu, Pemkab didorong untuk lebih cermat dalam mengalokasikan belanja modal seperti pembangunan jalan dan gedung.
“Pemerintah harus lebih bijak memprioritaskan mana kebutuhan masyarakat,” tegas Dr. Novel. Ia secara khusus menyoroti bahwa pengolahan sampah harus menjadi prioritas utama yang mendapat perhatian serius tahun depan.(Adv)














