SANGATTA – Isu kesetaraan gender di dunia kerja kembali menjadi sorotan. Anggota DPRD Kutai Timur, Hj. Uci, angkat suara soal minimnya kesempatan kerja bagi perempuan di sejumlah perusahaan swasta di wilayah tersebut. Dalam kegiatan reses belum lama ini, Hj. Uci menyampaikan harapannya agar perusahaan-perusahaan di Kutim lebih terbuka dalam memberikan peluang kerja bagi kaum perempuan.
“Saya berharap ke depannya perusahaan-perusahaan di Kutim dapat memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada perempuan,” ujar politisi yang dikenal vokal dalam isu-isu sosial ini.
Menurut Hj. Uci, rendahnya jumlah perekrutan tenaga kerja perempuan menunjukkan masih adanya kesenjangan gender yang perlu segera dibenahi. Padahal, perempuan memiliki kapasitas dan potensi besar untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah.
“Minimnya perekrutan karyawan perempuan di perusahaan-perusahaan swasta di Kutim menjadi perhatian serius. Saya berharap perusahaan memberikan peluang yang setara kepada perempuan untuk terlibat dalam berbagai posisi pekerjaan,” tegasnya.
Ia menilai bahwa keterlibatan perempuan dalam dunia kerja tidak hanya penting untuk kemajuan perusahaan, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga dan keseimbangan sosial. “Ketika perempuan ikut bekerja, mereka tidak hanya membantu ekonomi rumah tangga, tetapi juga memperkuat posisi mereka dalam masyarakat,” imbuh Hj. Uci.
Lebih lanjut, ia mendorong agar perusahaan swasta mulai merancang program pelatihan atau pengembangan keterampilan yang menyasar kaum perempuan, terutama bagi mereka yang baru akan memulai karier atau ingin meningkatkan kapasitas diri. “Langkah ini akan membuka lebih banyak ruang bagi perempuan untuk berkembang dan menunjukkan kualitasnya,” ujarnya.
Dengan langkah-langkah konkret seperti itu, Hj. Uci optimistis bahwa perempuan di Kutai Timur akan memiliki akses yang lebih adil dan setara dalam dunia kerja. Ia pun berharap seluruh pihak, baik pemerintah maupun swasta, bisa bersinergi dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan memberdayakan.
“Ini bukan hanya soal angka atau kuota, tetapi bagaimana kita benar-benar memberikan ruang bagi perempuan untuk tumbuh dan berkontribusi,” tutupnya. (Adv)














