Sangatta – Pendidikan adalah pondasi utama pembangunan daerah. Hal ini ditegaskan oleh Anggota DPRD Kutai Timur, Yulianus Palangiran, saat membahas pentingnya pemenuhan hak pendidikan bagi seluruh masyarakat Kutim.
“Pendidikan adalah kebutuhan dasar. Pemerintah sudah menetapkan lewat undang-undang bahwa minimal 20% dari APBD harus dialokasikan untuk sektor ini,” ujarnya.
Dengan besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur, Yulianus optimistis anggaran 20% tersebut seharusnya mampu menjangkau pembangunan di berbagai lini pendidikan, dari infrastruktur hingga fasilitas penunjang lainnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selain anggaran utama dari APBD, ada juga anggaran aspirasi DPRD yang bisa digunakan untuk hal-hal spesifik seperti pembangunan perpustakaan, penambahan ruang kelas, dan fasilitas lain yang mendukung kegiatan belajar-mengajar. “Kami yakin, bila dikelola dengan baik, anggaran yang tersedia bisa menjawab kebutuhan pendidikan masyarakat,” tegasnya.
Namun di balik optimisme itu, Yulianus menyoroti satu persoalan krusial: terbatasnya daya tampung sekolah menengah atas (SMA) di Sangatta. Dengan hanya tiga SMA negeri yang ada, sementara lulusan SMP terus bertambah tiap tahun, ketimpangan pun tak terelakkan. Sistem zonasi semakin mempersempit ruang gerak penerimaan siswa baru.
“Setiap tahun selalu muncul masalah penempatan siswa lulusan SMP. Ini bukan hal baru. Tapi kita tidak bisa tinggal diam,” kata Yulianus.
Permasalahan makin rumit karena sejak pengelolaan SMA/SMK dialihkan ke pemerintah provinsi, kewenangan daerah dalam membangun sekolah baru menjadi terbatas. Hal ini, menurut Yulianus, butuh solusi dari komunikasi antarpemerintahan.
“Kita mendorong pemerintah daerah agar aktif berkoordinasi dengan provinsi, khususnya Dinas Pendidikan. Perlu ada sinergi untuk membangun ruang kelas tambahan atau bahkan sekolah baru, yang nantinya bisa dikelola langsung oleh provinsi,” pungkasnya.














