Kutai Timur – Demi memastikan transparansi dan menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD), Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) pada Selasa (11/11/2025) beberapa waktu yang lalu, mendatangi PT Kaltim Prima Coal (KPC). Kunjungan kerja ini dipimpin Ketua DPRD Kutim, Jimmi, untuk menelusuri secara rinci formula perhitungan profit sharing (bagi hasil keuntungan) KPC sekaligus mengumpulkan data akurat guna memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH) di Pemerintah Pusat.
Rombongan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kutim, Jimmi, didampingi Wakil Ketua I Sayid Anjas, serta sejumlah anggota Banggar lainnya, berfokus pada dua misi utama: mendapatkan kejelasan mengenai bagi hasil dari KPC dan mengumpulkan data perhitungan untuk advokasi DBH.
Ketua DPRD Kutim, Jimmi, menjelaskan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk memahami secara pasti formula penghitungan profit sharing KPC.
“Jadi, dari penjelasan-penjelasan itu berkaitan dengan hal tersebut itu juga menjadi bahan untuk kita mempertanyakan dana bagi hasil di pusat,” ujar Jimmi.
Dalam dialog tersebut, DPRD mengaku sempat menanyakan terkait adanya penurunan drastis profit sharing yang masuk ke kas daerah, yang sebelumnya sempat mencapai Rp500 miliar.
Pihak KPC menjelaskan bahwa penurunan tersebut merupakan konsekuensi logis dari mekanisme profit sharing yang sangat bergantung pada harga dasar batu bara di pasar internasional. Meskipun volume produksi relatif tetap, selisih harga jual di pasar telah memengaruhi besaran bagi hasil yang diterima daerah.
Terkait biaya operasional yang kerap dijadikan salah satu alasan penurunan profit sharing, Jimmi menegaskan bahwa standar biaya operasional seharusnya sudah dibatasi dan terukur.
“Kalau misalnya ada peningkatan harga jual, otomatis sudah ada variabelnya untuk melakukan akumulasi. Jadi sudah ketahuan,” tegas Jimmi.
Ia menekankan bahwa formula perhitungan bagi hasil seharusnya sudah bisa memprediksi nilai yang seharusnya diterima daerah berdasarkan variabel harga dan produksi.
Kunjungan Banggar ini merupakan bagian dari strategi DPRD untuk mengadvokasi transparansi bagi hasil di tingkat daerah dan mengumpulkan variabel perhitungan berdasarkan keputusan menteri terkait DBH atau royalti pertambangan, sebelum data tersebut dibawa ke Pemerintah Pusat.
Selain isu bagi hasil, DPRD juga menyinggung perihal penggunaan perangkat lunak (software) untuk memantau perubahan pajak, serupa dengan usulan yang pernah disampaikan pada pertemuan dengan perusahaan tambang lain.(Adv)














