Kutai Timur – Di tengah gembiranya para siswa TK hingga SMP di Kutai Timur yang menerima paket seragam gratis, ternyata masih ada ‘jahitan’ ketimpangan yang dirasakan oleh sebagian wali murid. Program bantuan seragam dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kutim dinilai belum sepenuhnya menyentuh seluruh kebutuhan pelajar, khususnya bagi mereka yang menempuh pendidikan di sekolah swasta dan madrasah.
Anggota DPRD Kutim, Akhmad Sulaiman, menyoroti bahwa meski Disdikbud telah membagikan empat pasang seragam umum beserta tas dan sepatu, beban biaya masih ditanggung oleh wali murid untuk pengadaan seragam khas atau identitas khusus sekolah swasta dan madrasah (MI/MTs).
“Seragam ‘kebesaran’ atau identitas khusus sekolah swasta maupun sekolah di bawah Kemenag ini memang belum terpenuhi oleh pemerintah. Ini menciptakan ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta,” ujar Sulaiman, menunjukkan keprihatinannya terhadap rasa ketidakadilan di masyarakat.
Sulaiman menyayangkan, status sekolah di bawah Kementerian Agama (Kemenag) sebagai instansi vertikal seringkali dijadikan alasan untuk kurangnya perhatian dari pemerintah daerah, padahal siswa-siswi tersebut juga merupakan anak-anak Kutim.
Berangkat dari aspirasi yang ia serap dari reses dan kampanye, politisi ini telah mengajukan usulan resmi kepada Disdikbud Kutim. Ia mendesak agar anggaran daerah (APBD) dapat dialokasikan untuk menanggung seragam khas tersebut, guna memastikan porsi bantuan yang setara.
Kabar baiknya, Disdikbud Kutim merespons positif usulan ini. Sulaiman mengungkapkan bahwa Disdikbud telah berjanji untuk mengakomodasi kebutuhan sekolah swasta, madrasah, dan pesantren pada tahun anggaran 2026.
“Target saya, tahun 2026 program ini sudah bisa terealisasi untuk menghilangkan rasa ketidakadilan di masyarakat,” kata Sulaiman penuh harap.
Ia juga berpesan agar mekanisme penyaluran nanti harus fleksibel, memastikan seragam yang diberikan benar-benar sesuai dengan identitas dan kebutuhan riil setiap lembaga, sehingga bantuan tersebut tepat guna dan tidak sia-sia. Perjuangan Sulaiman ini menjadi simbolisasi harapan akan kesetaraan pendidikan tanpa memandang status sekolah.(Adv)














