Kutai Timur – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) menegaskan sikap tegasnya untuk menolak memaksakan proyek Multiyears Contract (MYC) yang belum memenuhi persyaratan administrasi teknis. Ketua Pansus RTRW, Sayyid Umar, menyatakan bahwa penganggaran MYC tahap pertama hanya akan dilakukan untuk kegiatan yang dokumennya sudah lengkap, terutama Feasibility Study (FS).
Sayyid Umar mengungkapkan, sebanyak enam proyek infrastruktur prioritas di Daerah Pemilihan (Dapil) 5 terpaksa digeser ke tahap kedua karena belum adanya dokumen FS yang bersifat mutlak harus ada di awal.
“Kemarin ada enam kegiatan yang kita masukkan untuk wilayah Zona Dapil 5. Cuma karena ada persyaratan yang belum cukup, yaitu belum ada FS-nya, akhirnya kita tunda untuk tahap kedua,” ujar Sayyid Umar.
Sayyid Umar menekankan bahwa kehati-hatian ini penting untuk menghindari risiko hukum dan keuangan di kemudian hari. Ia menggarisbawahi bahwa FS adalah dokumen wajib yang tidak dapat menyusul, berbeda dengan Detail Engineering Design (DED) yang mungkin bisa diakomodasi dalam skema turnkey contract.
“Kalau DED itu kemungkinan bisa saja [menyusul] dalam sistem turnkey, tapi kalau FS tidak bisa. Makanya kita pilih yang betul-betul ada FS-nya agar penganggaran jelas,” jelasnya.
Penundaan ini merupakan upaya preventif untuk mencegah masalah serius di kemudian hari, seperti pembengkakan anggaran, sengketa lahan, atau masalah kepemilikan lahan perusahaan. Proyek-proyek yang tertunda ini meliputi pembukaan akses vital di wilayah pesisir yang terisolir, seperti jalur Sandaran ke Seriung dan Tanjung Manis.
Sayyid Umar mendorong Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk segera menyiapkan dokumen FS dan DED agar proyek-proyek krusial ini dapat masuk dalam skema penganggaran tahun-tahun berikutnya, yang diproyeksikan pada 2028–2029.(Adv)














