KUTAI TIMUR – Upaya Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam menekan angka stunting masih menghadapi tantangan serius di tingkat akar rumput. Kendala utama justru datang dari proses paling mendasar, yakni pendataan Keluarga Berisiko Stunting (KRS). Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim mencatat bahwa petugas di lapangan kerap mengalami penolakan saat hendak melakukan verifikasi data langsung ke rumah warga.
Kepala DPPKB Kutim, Achmad Junaidi, mengungkapkan bahwa resistensi masyarakat ini menjadi hambatan yang cukup signifikan. Menurutnya, penolakan tersebut bukan tanpa alasan, melainkan didasari oleh kekhawatiran warga terhadap keamanan data pribadi mereka.
“Petugas kami sering ditolak, padahal pendataan itu penting untuk menentukan bantuan. Warga umumnya khawatir informasi pribadi mereka akan disalahgunakan atau tidak digunakan sebagaimana mestinya,” ujar Junaidi menjelaskan dinamika di lapangan.
Kondisi ini tentu berdampak pada validitas data. Tanpa data yang akurat, intervensi pemerintah dalam menangani stunting menjadi sulit dilakukan secara tepat sasaran. Menyikapi hal tersebut, DPPKB Kutim kini menerapkan pendekatan baru yang lebih persuasif dan edukatif.
Strategi utama yang dilakukan adalah dengan menekankan aspek kebermanfaatan. Petugas diinstruksikan untuk memberikan pemahaman bahwa data yang diambil adalah kunci untuk membuka akses bantuan pemerintah. Junaidi menjelaskan bahwa data KRS menjadi rujukan bagi berbagai program bantuan, mulai dari bantuan sosial, pemberian makanan tambahan (PMT), akses air bersih, hingga bantuan pembangunan sanitasi atau jamban sehat.
“Kalau warga tahu ada manfaat langsungnya, mereka mau membuka diri. Jadi narasi yang kita bangun adalah pendataan untuk pelayanan,” jelasnya.
Selain pendekatan komunikasi, DPPKB juga membenahi aspek legalitas dan penampilan petugas. Ke depan, Tim Pendamping Keluarga (TPK) akan dibekali dengan atribut resmi berupa seragam dan kartu identitas (ID Card). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan keraguan warga terhadap kredibilitas petugas yang datang.
Langkah ini diharapkan mampu membangun rasa aman dan percaya di tengah masyarakat, sehingga proses pendataan dapat berjalan lancar demi percepatan penurunan angka stunting di Kutai Timur.
“Kalau kepercayaan tumbuh, data jadi lebih akurat. Dan dari situlah solusi nyata bisa dimulai,” pungkas Junaidi. (Adv/sl)














