Kutai Timur- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Novel Tyty Paembonan, menegaskan bahwa peran keluarga memegang kendali paling vital dalam menentukan dan membentuk jati diri anak, terutama di tengah perkembangan zaman yang memungkinkan berbagai bentuk ekspresi diri terlihat di ranah publik, termasuk di sekolah.
Menurut Novel, meskipun fenomena ekspresi diri siswa semakin beragam, faktor utama yang membentuk karakter dan psikologis anak berada di lingkungan rumah, bukan di lembaga pendidikan.
“Waktu anak paling banyak itu bersama orang tua. Peran keluarga sangat menentukan dalam perkembangan mereka,” tegas Novel, menanggapi peningkatan kasus siswa laki-laki dengan gestur gemulai di beberapa sekolah.
Novel menekankan, penting bagi masyarakat dan sekolah untuk memahami persoalan ini secara manusiawi. Ia mengingatkan bahwa penampilan fisik seseorang, seperti gestur yang halus, tidak dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai produktivitas, potensi masa depan, maupun kemampuan seseorang.
“Laki-laki yang gemulai itu belum tentu tidak produktif. Secara manusiawi, dia tetap bisa berkeluarga dan memiliki keturunan,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa hak asasi dan ekspresi diri siswa harus dihargai selama tidak menimbulkan dampak buruk.
Meskipun demikian, ia menilai pihak sekolah tetap memiliki peran dalam pembinaan karakter. Novel menyarankan pendekatan yang tidak keras, melainkan kegiatan yang melatih ketegasan, seperti latihan baris-berbaris. Namun, yang paling esensial adalah konseling.
“Peran guru Bimbingan Konseling (BK) sangat penting dalam memahami kondisi psikologis siswa serta menjembatani komunikasi yang baik antara sekolah dan keluarga,” katanya.
Novel juga menyebut bahwa perkembangan karakter seorang anak dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Ia mencontohkan, lingkungan yang disiplin dapat membentuk pribadi yang tegas dan tangguh, bahkan jika seorang anak secara genetik memiliki kecenderungan ekspresi yang berbeda.
Oleh karena itu, Novel berharap orang tua di Kutim dapat lebih proaktif dalam mendampingi dan membentuk karakter anak di rumah, sementara pemerintah melalui sekolah fokus pada pembinaan karakter dan pemberian layanan konseling profesional.(Adv)














