Kutai Timur – Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan perusahaan mengutamakan tenaga kerja lokal dengan skema proporsi 80 persen warga Kutim dan 20 persen luar daerah kini disoroti karena implementasinya yang dinilai lemah. Anggota DPRD Kutai Timur, Yusri Yusuf, khawatir bahwa tanpa pengawasan yang ketat, aturan yang bertujuan mengurangi pengangguran lokal tersebut hanya akan menjadi macan ompong.
Yusri menekankan bahwa meskipun pihak legislatif telah gencar melakukan sosialisasi (Sosper) untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dan sektor swasta, langkah ini saja tidak cukup untuk memastikan kepatuhan perusahaan di lapangan.
Untuk mengatasi potensi “kemandulan” Perda tersebut, Yusri Yusuf mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Eksekutif) mengambil langkah taktis dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) atau lembaga khusus. Satgas ini diharapkan berfungsi sebagai mata dan telinga pemerintah di lapangan untuk mengawasi dan memberikan sanksi.
“Kolaborasi antara legislatif dan eksekutif sangat penting. Pemerintah harus buat Satgas atau apa pun namanya untuk mengawasi hal itu,” ujar Yusri.
Menurutnya, keberadaan investasi perusahaan wajib memberikan dampak positif langsung, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja lokal. Namun, tanpa adanya pengawasan ketat dan sanksi yang jelas dari eksekutif, kuota tenaga kerja ini dikhawatirkan tidak akan berjalan optimal.
Yusri kembali menegaskan bahwa tuntutan Perda ini bersifat wajib. Ia mengingatkan bahwa keberpihakan pada masyarakat lokal harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi daerah.
“Perusahaan harus terapkan Perda 80 pekerja lokal dan luar 20 persen. Itu wajib. Penerapan harus segera kita lakukan,” tegasnya.
DPRD berharap intensitas sosialisasi dan pengawasan dapat berjalan beriringan, sehingga hak-hak masyarakat Kutai Timur sebagai pemilik daerah terlindungi, dan perusahaan di Kutim semakin taat hukum.(Adv)














