KUTAI TIMUR – Forum Musyawarah dan Silaturahmi di Desa Kebon Agung, Kecamatan Rantau Pulung, berlangsung dinamis. Di tengah pemaparan capaian kinerja pemerintah desa dalam rangka reviu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) periode 2027–2029, suara kritis muncul dari kalangan warga, khususnya di lingkungan RT 08.
Sekretaris Desa Kebon Agung, Julaeha, awalnya memaparkan data positif terkait realisasi pembangunan. Ia mengungkapkan bahwa sejauh ini pemerintah desa telah berhasil merampungkan 32 kegiatan pembangunan yang tersebar di berbagai RT. Capaian ini diklaim sebagai bukti keseriusan pemerintah desa dalam menyerap aspirasi dan anggaran.
Dalam mekanismenya, Julaeha menjelaskan bahwa setiap Rukun Tetangga (RT) mendapatkan alokasi anggaran yang cukup signifikan, yakni sebesar Rp250 juta. Dana tersebut diproyeksikan untuk membiayai dua kegiatan prioritas utama di masing-masing wilayah.
“Anggaran ini bentuk kepercayaan pemerintah kepada RT. Maka dari itu, kami meminta masyarakat kembali menyampaikan usulan baru yang relevan untuk dimasukkan ke dalam revisi RPJMDes mendatang,” papar Julaeha.
Namun, laporan statistik tersebut tidak serta-merta membuat warga berpuas diri. Dalam sesi penggalian aspirasi, sejumlah warga RT 08 menuntut agar pemerintah desa tidak terjebak pada angka kuantitatif semata. Mereka mendesak adanya evaluasi kualitatif terhadap program yang sudah berjalan.
Warga menyoroti pentingnya aspek pemerataan dan ketepatan sasaran. Kekhawatiran muncul bahwa besarnya dana tersebut hanya menumpuk di satu titik atau digunakan untuk proyek yang tidak mendesak, sehingga asas manfaatnya kurang dirasakan oleh masyarakat luas.
“Kami ingin kegiatan yang direncanakan betul-betul dirasakan manfaatnya, bukan sekadar proyek yang selesai lalu ditinggalkan. Jangan sampai ada ketimpangan antarwilayah,” ujar salah seorang perwakilan warga dengan tegas di forum tersebut.
Pertemuan yang turut dihadiri oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Zainuddin HS dan Ketua RT Sofyan ini menjadi momentum krusial. Kehadiran BPD sebagai pengawas diharapkan mampu menjamin bahwa aspirasi kritis warga ini tidak menguap begitu saja, melainkan menjadi catatan evaluasi serius bagi pemerintah desa.
Warga berharap, transparansi pengelolaan dana Rp250 juta per RT ini dapat ditingkatkan, sehingga pembangunan di Kebon Agung benar-benar berdampak pada kesejahteraan, bukan sekadar menggugurkan kewajiban administrasi anggaran. (Adv/sl)














